Polemik impor KRL bekas dari Jepang menjadi ajang ‘saling sikut’ antar Kementerian. Impor KRL bekas ini belum bisa terealisasi karena terganjal rekomendasi izin dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Sedangkan Kementerian Perhubungan berupaya untuk segera mengimpor KRL bekas ini.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai ada harga yang harus dibayar mahal jika impor kereta ini sampai terlambat, yakni nasib para penumpang yang bisa terkatung-katung karena kurangnya armada.
“Kalau gak boleh (diizinkan impor) kemungkinan dua, pertama kereta lama gak dioperasikan, kedua dioperasikan. Kalau gak dioperasikan makin banyak penumpang yang terlantar, kalau dioperasikan keselamatan siapa yang mau jamin? kan barangnya udah usang, khawatir patah lah anjlok,” katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/3/23).
Ia menilai pemerintah, utamanya Kemenperin harus berpikir pada nasib para penumpang yang terancam terkatung-katung karena berkurangnya suplai kereta, sedangkan keselamatan penumpang juga harus jadi prioritas. Di sisi lain, Sekjen Kemenperin Dody Widodo masih ngotot agar menggunakan produk kereta dalam negeri.
“Sekjen Kemenperin gak pernah naik KRL, yakin saya, itu gak pernah ke lapangan, dia main teori. Saya setuju produk dalam negeri, tapi kondisi darurat ini, toh tidak menambah, menggantikan fungsinya,” imbuhnya.
Adapun KCI telah mengajukan surat izin impor KRL Bekas Jepang ke Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sejak 13 September 2022. Namun, Kemendag butuh rekomendasi teknis dari Kemenperin dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Kemenperin melalui Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) baru merespons surat tersebut pada 6 Januari 2023. Isinya adalah penolakan impor dengan alasan kebutuhan kereta api harus dipenuhi dari produksi dalam negeri, dalam hal ini diproduksi oleh PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA.
“Kondisi sudah kritis, kan takut. Kalau dipakai Kemenperin harus tanggung jawab pada kecelakaan, mau dia tanggung jawab? atau kalau gak digunakan, sekarang aja kapasitas sudah mangkit-mangkit, apalagi tambah masalah Manggarai,” lanjutnya.