Korsel ‘Dihantui’ Malapetaka Baru, Jutaan Orang Terancam

A supporter waves a South Korea's national flag before the Qatar 2022 World Cup Group H football match between South Korea and Portugal at the Education City Stadium in Al-Rayyan, west of Doha on December 2, 2022. (Photo by JUNG Yeon-je / AFP)

Saat ini, lebih dari 1 juta orang di Korea Selatan (Korsel) menghadapi krisis air. Fenomena ini terjadi karena dua waduk utama yang memasok provinsi Jeolla mengering.

Melansir Channel News Asia, Jumat (31/3/2023), kekeringan telah merusak wilayah tersebut selama sekitar empat bulan terakhir, di mana ketinggian air waduknya kurang dari setengah dari sebelumnya. Padahal, wilayah sekitar 440 km selatan dari Seoul ini dikenal dengan bentang alamnya yang masih asli.

Bendungan Dongbok di provinsi itu hanya mencatat sekitar 800 mm hujan tahun lalu atau sekitar 60% dari yang jumlah yang didapatnya pada tahun 2021.Jika cuaca kering terus berlanjut, sekitar 1,4 juta penduduk Gwangju, ibu kota provinsi Jeolla, bisa kehabisan air sebelum Juni 2023. Di kota-kota kecil dan pulau-pulau, situasinya lebih buruk, karena warga terpaksa bergantung pada truk yang membawa air.

Truk-truk ini adalah penyelamat bagi sekitar 5.000 penduduk Geumil-do, area di mana keran-keran air mengering. Itu adalah salah satu dari banyak pulau yang mengelilingi daerah Wando di provinsi Jeolla.

Sebanyak delapan truk membawa air tiga kali sehari dari bendungan Jangheung di Sungai Tamjin, salah satu dari tiga sungai utama di provinsi ini, ke Waduk Chukchi di Geumil-do. Setiap truk memiliki kapasitas sekitar 15.000 liter air.

Warga hanya memiliki akses ke air melalui keran mereka dua kali seminggu karena penjatahan air. Mereka harus berimprovisasi, sehingga tangki air biru yang mencuat dari atap rumah sekarang menjadi pemandangan umum di pulau itu.

Hal yang sama juga terjadi pada petani abalon di Wando, yang bergantung pada lebih banyak hujan untuk memastikan kelangsungan pasokan makanan laut.

“Kami membutuhkan banyak hujan. Karena kurangnya curah hujan, pasokan air terputus terutama di pulau-pulau, yang tidak nyaman. Rumput laut juga membutuhkan hujan untuk menghasilkan lebih banyak nutrisi. Tapi karena tidak hujan, kami melihat beberapa kerusakan,” kata Lim Moon-gap, kepala desa Mangnam di Jeolla.

Sementara itu, kekeringan yang melanda wilayah tersebut selama sekitar empat bulan, belum berdampak besar pada 2.600 rumah tangga di Wando yang bekerja di industri perikanan, termasuk bisnis Lim.

Untuk mengatasi situasi tersebut, Kementerian Lingkungan Korsel mengerahkan Dreams, sebuah kapal senilai US$18 juta dengan pabrik desalinasi air laut yang mengubah air laut menjadi air tawar yang aman untuk pertanian dan konsumsi.

Ini adalah pabrik desalinasi air laut bergerak maritim pertama di dunia. Bergerak dari satu pulau ke pulau lain, kapal yang berukuran panjang sekitar 70 meter ini dapat mengantarkan 300 ton air minum setiap hari.

Karena ukurannya, Dreams mengandalkan armada kapal yang lebih kecil untuk mengangkut air desalinasi langsung ke pulau-pulau tersebut.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*