Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md meminta pertolongan khusus kepada para anggota dewan di Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun.
Permohonan khusus itu ialah terkait persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Ia bahkan menyampaikan langsung permohonan itu kepada Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.
“Saya ingin usulkan gini, sulit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul, Pak, undang-undang perampasan aset, tolong didukung biar kami bisa mengambil begini-begininya, Pak, tolong juga pembatasan uang kartal didukung,” ujar Mahfud saat rapat di Komisi III, seperti dikutip Kamis (30/3/2023).
Pembahasan transaksi janggal di Kemenkeu yang ia jadikan batu loncatan untuk mengusulkan kepada DPR supaya dua RUU itu disahkan, juga ia iringi dengan bukti-bukti lain susahnya mencari bukti-bukti kongkrit terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang harus diungkap terlebih dahulu tindak pidana asal nya.
Ini kata dia dapat terlihat dari modus menukar koper berisi kertas dengan koper berisi yang tunai yang biasa terjadi di kabin-kabin pesawat dari luar negeri, khususnya Singapura. Ketika diperiksa saat datang ke tanah air, uang itu menjadi legal karena disadurkan dengan alasan hasil judi di Singapura yang memang legal.
“Makanya dulu awal kami masuk ke sini mohon UU perampasan aset dan pembatasan belanja uang tunai bisa, mungkin akan menyulitkan, nggak selalu sempurna, tapi ikhtiar kita harus dilakukan untuk itu,” ucap Mahfud.
Merespons permohonan itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wiryanto atau Bambang Pacul mengatakan, permohonan Mahfud itu bisa-bisa saja berjala mulus di DPR asalkan mendapat restu dari para ketua umum partai politik di parlemen. Karenanya, ia meminta Mahfud melobi para Ketum Parpol.
Menurut Bambang, ini karena para anggota DPR, termasuk di Komisi III mengambil sikap sesuai perintah dari masing-masing pimpinan partai politiknya. Tanpa adanya persetujuan dari para petinggi partai, legalitas RUU untuk disahkan katanya sulit tercapai.
“Pak Mahfud tanya kepada kita, ‘tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin’. Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobi-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing,” kata Pacul.
“Di sini boleh ngomong galak, Pak. Bambang Pacul ditelepon Ibu, ‘Pacul berhenti’, Siap, begitu pak. Laksanakan? laksanakan, Pak,” katanya.
Apalagi, Pacul mengungkapkan, presiden juga pernah menanyakan soal dua RUU ini. Dia pun mengungkapkan secara terang-terangan bahwa dua RUU itu ditolak karena masih menyimpan polemik. Misalnya, untuk RUU Pembatasan Uang Kartal bisa merepotkan para anggota dewan saat kampanye.
“Pak Presiden, kalau pembatasan uang kartal pasti DPR nangis semua, Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet. E-walletnya cuman Rp 20 juta lagi. Enggak bisa Pak. Nanti mereka nggak jadi lagi. Loh saya terang-terangan ini,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Bambang Pacul meminta Mahfud agar meminta dukungan soal pengesahan RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal ini dibicarakan dengan para Ketum Parpol yang sudah berlaga sejak lama di parlemen.
“Mungkin Perampasan Aset bisa tapi harus bicara dengan para ketum partai. Duduk. Kalau di sini nggak bisa, teori saya. Jadi permintaan njenengan langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah,” ujarnya.