Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim bahwa produksi beras dalam negeri pada masa panen raya ini diprediksi akan surplus. Namun, mengapa pemerintah masih berencana untuk impor?
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengklaim bahwa produksi padi atau gabah kering giling (GKG) dan produksi beras mengalami peningkatan. Dia menyebut ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri menghadapi bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri relatif aman.
Dia menuturkan, produksi padi atau gabah kering giling sebanyak 23,94 juta ton atau meningkat 0,53%. Sementara itu produksi beras juga mengalami peningkatan 0,56% atau berhasil menghasilkan sebanyak 13,79 juta ton.
Pada tahun 2023 potensi luas panen selama Januari hingga April sebanyak 4,51 juta hektare. Jumlah itu meningkat 2,13% dibanding periode yang sama tahun 2022.
“Dapat kami sampaikan selama tahun 2022 produksi beras naik 0,15 juta ton atau naik 0,29% dibandingkan tahun 2021, yaitu dari 31,36 juta ton menjadi 31,54 juta ton, dengan konsumsi sebesar 30,20 juta ton, maka terdapat surplus sebesar 1,3 juta ton,” ungkap Syahrul saat Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Senin lalu (27/3/2023).
Kalau stok beras surplus, kenapa pemerintah mengeluarkan izin impor 2 juta ton? Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menuturkan, berdasarkan proyeksi menggunakan survei kerangka sampel area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS) memang betul produksi beras pada masa panen raya ini akan surplus sebanyak 1,3 juta ton.
“Saudara kita Menteri Pertanian menyampaikan surplus, betul pak, surplus tahun 2021 1,3 juta ton, tahun 2022 1,34 juta ton. Januari sampai April proyeksinya (surplus) 3,2 juta, kita menggunakan KSA dari BPS,” kata Arief dalam Raker bersama Komisi IV DPR RI hari Senin, 27 Maret 2023 lalu, seperti dikutip, Kamis (30/3/2023).
Meskipun surplus sebanyak 1,3 juta ton, tetapi kebutuhan untuk masyarakat dalam sebulan sendiri adalah sebanyak 2,5 juta ton.
“Surplusnya cuma 1,3 juta ton. Kebutuhan sebulan 2,5 juta ton, berarti cuma kurang dari setengah bulan, masa mau manage negara dengan stok setengah bulan,” ujar Arief.
Ditambah, pemerintah juga akan memberikan bantuan sosial berupa beras untuk 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM), di mana setiap bulannya masing-masing keluarga tersebut akan mendapatkan beras 10kg selama 3 bulan.
“Pak Presiden itu saking sayangnya sama keluarga yang kurang beruntung, sampai menyiapkan 3 bulan dikali 10 kg untuk 21,353 juta KPM. (Sedangkan) stoknya Bulog hanya 220 ribu ton, padahal ini warga yang kurang beruntung ini perlu banget beras. Mesti ngerti nih satu kesatuan ininya, jangan kita berpikirnya itu sektoral. Ini ada NKRI,” sebutnya.
Lebih lanjut, Arief menjelaskan bahwa dalam rapat koordinasi yang dilakukan oleh Presiden pada pekan lalu telah diikuti oleh seluruh Menteri terkait, sehingga untuk keputusan impor telah disepakati bersama dalam rapat tersebut.
“Jadi keputusan impor, tidak impor, bansos dan lain-lain itu kan dalam rapat koordinasi bersama Menteri terkait, kan gak mungkin satu yang namanya Kepala Badan Pangan saja atau Presiden saja atau Menko saja, Pak Mentan juga ada di situ kok ini satu kesatuan nih buat NKRI. Jadi pada saat presiden putuskan misalnya harus A, itu semua Menteri, Kepala Badan ikut, gak boleh satu pun gak,” tukas dia.
Dia mengatakan, rapat tersebut juga tidak semudah yang dibayangkan, diskusi dalam rapat sangat keras, tidak mudah untuk memutuskan impor di tengah masa panen raya dan kondisi seperti sekarang ini.
Jadi, lanjut Arief, rencana importasi yang akan dilakukan oleh pemerintah merupakan importasi terukur. Terukur itu maksudnya, importasinya yang memang hanya digunakan untuk kegiatan pemerintah dan kebutuhan stabilisasi pasokan dan harga.
“Dalam rapat itu sudah diskusi sekian banyak, keras diskusinya. Memangnya mudah mutusin impor dalam kondisi kayak begini, tapi kalau ada apa-apa siapa yang mau tanggung jawab? kita mesti tahu,” tutur dia.