PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) buka suara terkait kinerja keuangannya yang rugi Rp 4,39 triliun pada kuartal I-2023. Angka ini berbalik dari laba bersih senilai Rp 3,56 triliun pada kuartal I 2022. Kerugian berasal dari penurunan nilai investasi pada saham-saham yang dimiliki oleh SRTG, terutama sektor komoditas.
Direktur Investasi Saratoga Investama Sedaya, Devin Wirawan menjelaskan, bisnis perseroan merupakan bisnis yang berbeda dibanding perusahaan lainnya. Perseroan merupakan perusahaan investasi yang mana keuntungannya berasal dari keuntungan https://idpromeja138.com/ https://idpromeja138.com/perusahaan tempat pihaknya berinvestasi.
Menurutnya, kerugian tersebut disebabkan oleh laba perusahaan yang diinvestasikan mengalami kerugian. Artinya, kerugian tersebut terjadi karena pengaruh market dari portofolio Saratoga.
“Memang benar di kuartal pertama kami mengalami kerugian. Tetapi yang kami sudah jelaskan itu termasuk pengaruh market dari portofolio perusahaan Saratoga,” jelasnya di Adaro Institute Cyber II, Jakarta, Senin (15/5).
Devin memaparkan, sebagian besar atau sekitar 85% investasi perseroan dikontribusikan dari 3 emiten blue chip, yaitu PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG) sebesar 38,9%, PT Merdeka Cooper Gold Tbk. (MDKA) sebesar 18,35%, dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) sebesar 58,46%
Ia menyebut, kinerja Adaro dan Merdeka Copper yang mengalami penurunan akibat harga komoditas, mengakibatkan laba perseroan ikut terpengaruh. Meskipun manajemen operasional kedua perusahaan tersebut meningkat dari tahun ke tahun, namun l penjualan mereka, terutama pada anak perusahaan sangat tergantung pada harga komoditas yang di luar kontrol mereka.
“Jadi harus dibedakan adanya aktivitas yang berada di dalam manajemen ada juga harga komoditas yang merupakan faktor lain di luar pengaruh dari manajemen,” jelasnya.
Ke depan, perseroan akan memperluas investasinya dan mengurangi investasi di sektor sumber alam. Tahun ini, Saratoga sendiri akan membidik investasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) dan kesehatan.
“Bukan berarti kami menjual perusahaan kami, tetapi kami akan menambah investasi di perusahaan yang bukan merupakan natural resource,” ungkapnya.
Selain itu, sepanjang tahun 2022, laba Saratoga juga mengalami penurunan sangat jauh hingga 81% menjadi Rp 4,6 triliun. Angka itu anjlok dari laba bersih pada 2021 yang mencatat hingga Rp 24,8 triliun.